Pada sepiring spaghetti bersaus tomat Itali, Liz Gilbert menancapkan garpunya, menarik sesuap besar, lalu melahapnya; menyeruput setiap inci pasta berbalut tomat, basil, dan keju parmigiano reggiano. Seize the day. Melahap harinya, hidupnya, nikmat-nikmat. Di restoran alfresco itu, Liz, menemukan kembali satu potong gairahnya dengan EAT—makan—gairah untuk hidup.
Eat Pray Love adalah tentang pesiar seorang wanita untuk memulihkan hidupnya yang telah kosong. Dirundung proses perceraian yang pahit, Gilbert melepas diri ke tiga tempat: Italia untuk eat, menikmati hidup. Kemudian ke India, untuk pray, mencari kejernihan spiritual. Dan berakhir di Bali untuk mencari keseimbangan antara keduanya. Di pulau dewata ini juga, Liz juga menemukan cinta, love.
Walaupun penggambaran penemuan hidup di kota Roma, Italia—termasuk berbicara dengan mulut dan tangan—mendefinisikan apa itu hidup yang basah bergairah, tetapi India tidak terasa istimewa. Bahkan nyaris tanpa makna. Dan Bali, yang semestinya menjadi closing pesiar ini, terasa asing di mata orang Indonesia. Bali menjadi sekadar potret-potret cantik yang dijahit satu sama lain, tanpa nafas Bali. Javier Bardem sebagai kekasih baru Liz, menyajikan akting yang bagus, tetapi masih belum bisa mengangkat suspension of disbelief yang terlanjur hilang, terutama di bagian dermaga pantai yang terlihat baru dibangun kemarin.
Tapi mungkin orang luar Indonesia tidak merasakannya, sama seperti—mungkin—orang Indonesia tidak merasakan “panggung” Italia di Eat Pray Love.
Download Film:
DOWNLOAD Part 1
DOWNLOAD Part 2
DOWNLOAD Part 3
Join file dengan HJSplit